Keadilan adalah keadaan dimana sesuatu hal berada dalam keadaan seimbang
atau sama rata atau juga dapat dikatakan tidak berat sebelah. Keadilan dapat dikatakan
adil jika sesuai dengan hukum yang berlaku. Menurut teori Aristoteles, keadilan
menunjuk kepada “equality” yang memiliki karakteristik proporsional bukan sekedar
sama. Proposional berarti sesuai porsinya masing-masing.
Sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
kini telah memudar. Seharusnya keadilan dapat dirasakan oleh setiap warga negara
Indonesia. Namun, sekarang ini banyak yang merasa bahwa mereka diperlakukan
secara tidak adil. Sehingga dalam perlakuan yang berbeda tersebut menyebabkan
konflik.
Tujuan dari keadilan yaitu guna mencapai kesejahteraan bagi warga negara
Indonesia. Meski Indonesia kaya keberagaman tetapi perlakuan yang diberikan
haruslah adil. Seperti yang dikatakan oleh Soekarno dalam sidang BPUPKI pada 1
Juni 1945:
“Saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan di sini, maupun saudarasaudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan
negara demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu
negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan,
baik golongan bangsawan, maupun golongan kaya, tetapi semua buat semua.”
Soekarno memimpikan terwujudnya “Indonesia bagi semua,” maka semua warga
harus merasa sebagai orang Indonesia dan membangun Indonesia yang sama.
Gagasan kebersamaan, kebangsaan, keadilan, dan kesejahteraan menjadi idaman
rakyat dan tujuan negara. Di dalam Pancasila, dijiwai semangat gotong royong, segala
perbedaan sosial dilebur.
Namun, keadilan saat ini telah menyimpang dari apa yang diimpikan oleh
Soekarno. Bahkan telah jauh dari tujuan Indonesia yang tertera dalam Pancasila. Hal
tersebut disebabkan adanya pihak golongan atas atau yang berkuasa lebih memikirkan
diri sendiri. Dimana mereka lebih memenuhi ekonomi dari pada memberikan keadilan
pada masyarakat.
Pendirian negara jelas pasti dengan tujuan seperti yang dikatakan oleh
Aristoteles. Yang pertama, kebahagiaan menunjuk kepada self-sufficient atau
kebutuhan tercukupi. Dimana suatu sistem kehidupan bersama memaksudkan agar
kebutuhan anggotanya terpenuhi. Seperti kebutuhan fisik, ekonomi, keamanan,
pendidikan, dan segala sesuatu yang segala sesuatu untuk dapat hidup cukup.
Kedua, keadilan dalam Aristoteles sangat penting. Keadilan menunjuk pada
“equality” yang memiliki karakteristik proporsional, bukan sekedar asal sama.
Proporsional artinya sesuai dengan porsinya masing-masing. Aristoteles juga
berpendapat bahwa happines bukan hanya dengan pemenuhan kebutuhan material.
Happines yang dimaksudkan menunjuk pada realisasi prinsip-prinsip keadilan dalam
tata hidup bersama.
Ketiga, aktivitas selain menghasilkan sekedar pemenuhan kebutuhan material
yang dapat disebut leisure timeatau disebut waktu luang. Leisure bukan waktu
menganggur, juga bukan waktu istirahat, melainkan saat dimana orang dapat
membangun kedalaman kemanusiaannya. Waktu luang adalah saat belajar,
berkomunikasi, berdiskusi, berkontemplasi, mendulang kedalaman.
Keempat, kebahagiaan atau eudamonia harus pula tampak dalam aktivitas
yang merealisasi keutamaan (virtues). Aristoteles memandang bahwa kesempurnaan manusia terpenuhi dalam sistem atau tata hidup bersama
Tujuan suatu negara tersebut haruslah terpenuhi agar rakyat merasakan
kesejahteraan. Tujuan tersebut juga telah tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang
berbunyi “melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
Seharusnya keadilan hukum dapat ditegakkan. Serta pemenuhan hak rakyat
dapat dilakukan dengan sama rata. Meski Indonesia memiliki keberagaman tetapi
dengan mempersatukan perbedaan tersebut dapat menjalin kebersamaan. Adanya
keadilan dapat mensejahterakan rakyatnya tanpa terkecuali. Keadilan tersebut dapat
berupa memperlakukan rakyat dengan sama tanpa membedakan golongan atas dan
golongan bawah. Serta dalam pemenuhan sumber daya yang sama rata. Hal tersebut
haruslah dilakukan. Jika tidak, akan menimbulkan konflik yang berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar